Gunung Bromo merupakan salah satu rangkaian dari Gunung
Semeru yang merupakan salah satu gunung aktif tertinggi di Pulau Jawa maupun di
Indonesia. Suatu keindahan dari Kawasan Gunung Bromo sudah tidak diragukan lagi
bagi masyarakat Indonesia maupun Dunia. Banyak
wisatawan asing yang sengaja datang ke Indonesia, khususnya ke Jawa
Timur hanya untuk melihat sunrise di
penajakan atas, salah satu spot
terbaik untuk melihat sunrise. Suku
Tengger, suku asli di wilayah tersebut sangat menjaga keasrian dan keindahan
kawasan wisata Gunung Bromo. Hal inilah yang memacu saya sebagai penikmat alam
Indonesia untuk mengunjungi nya.
Berawal dari diterima nya saya bekerja di salah satu
perusahaan BUMN Indonesia dan ditempatkan di wilayah Jawa Timur, Surabaya,
memancing saya untuk meng-eksplore semua keindahan alam di Jawa Timur
khususnya. Hanya bermodalkan motor matic,
penasaran, dan fitur googlemaps, saya
pun berangkat dari Surabaya menuju Probolinggo, sebuah kabupaten di Jawa Timur
tempat Gunung Bromo itu berada. Ke nekatan yang saya miliki menjanjikan diri
saya untuk bisa sampai disana. Butuh waktu 3,5 jam perjalanan saya sampai di
desa Ngadisari. Dengan pengetahuan singkat, sampailah saya pada penginapan
murah dan aman disana dengan merogoh kocek hanya Rp. 75.000,- saja 1 malam.
Cukup bagi saya yang seorang diri.
Membaur dengan pendatang lainnya membuat saya makin berani
dan tidak merasa asing kembali. Semakin malam, saya pun mulai menebalkan
lapisan baju saya, yang tadinya hanya 2 lapis, menjadi 3 lapis baju, baju
hangat dan jaket, serta tak lupa dengan sarung tangan, kupluk dan slayer. Saya
mati angin, itulah yang orang utarakan. Saya pun janjian dengan pemilik
kendaraan yang akan membawa saya berpetualang mulai tengah malam nanti. Jagung
bakar, ronde dan kopi hitam pun menutup malam saya. Saya tidak ingin telat
melihat
sunrise, saya pun bergegas
masuk ke penginapan.
Sekitar pukul 2 pagi saya dikejutkan dengan ketukan pintu,
ternyata itu abang yang akan membawa saya berpetualang. Sedikit kaget setelah
mengetahui ini masih hitungan tengah malam bagi saya, karena bagi saya, sunrise itu pukul 5, lalu kenapa jam 2
sudah dibangunkan dan menyegerakan saya bersiap. Tak banyak bertanya, 2.15
tengah malam saya pun berangkat. Dengan apa? Motor!!! Ya, saya menyewa ojek
motor dengan harga Rp. 125.000,- yang akan membawa saya ke 4 lokasi di kawasan
wisata Gunung Bromo.
Lokasi pertama akan saya jalani, yaitu Penanjaan Atas untuk
melihat sunrise. Padang pasir sangat
tebal dan udara yang menusuk tulang hampir
membuat saya putus asa, saya hampir menyerah karena motor gede yang saya
kendarai harus berada dikecepatan kebih dari 80km/jam. Tulang saya rasanya mau
copot semua karena dingin. Padang pasir yang sangat luas dan tidak memiliki
cahaya selain cahaya dari bulan dan lampu dari kendaraan lain yang tertutup
debu pasir dan kabut menemani perjalanan saya. Hampir 1 jam saya berkutat
dengan padang pasir dan dilanjutkan dengan mendaki gunung. Dari kelokan jalan
naik saya bisa melihat jejeran motor dan mobil jeep yang melewati padang pasir
sangat tertata rapih, suatu pemandangan yang langka saya lihat. Padang pasir di
Indonesia.
Tepat pukul 4, saya
sampai di penanjakan atas, ini seperti halaman yang berada di ujung bukit.
Ratusan orang berkumpul disini hanya dengan 1 tujuan, melihat
sunrise atau matahari yang terbit dari
belakang salah satu bukit. Ternyata tak butuh waktu lama, langit gelap sudah
mulai merona karena cahaya matahari yang mengintip dari bukit. Seperti menonton
film dan berada dalam sisi
klimaks
nya, saat matahari muncul, semua orang langsung bertepuk tangan dan bersorak
sorai. Allahuakbar dan Subhanallah. Kata itu yang bisa saya ucapkan. Sungguh
indah dan sempurna karya Allah ini.
Tak butuh waktu lama disini, cukup mengabadikan dengan foto. Foto pemandangan serta foto
membaurnya kami disini seakan kami semua
saling mengenal.
Melanjutkan ke lokasi kedua
yaitu Kawah Gunung Bromo. Ya, Gunung Bromo adalah merupakan kawah
cekungan yang bisa dilihat secara dekat dan terjangkau denga cepat. Dengan
menaiki ratusan tangga, saya pun bisa melihatnya dengan sangat dekat. Dekat
dengan salah satu sumber keagungan Tuhan yang dengan kuasanya bisa menjadikan
suatu kejadian yang maha dahsyat. Rasa lelah menaiki tangga ratusan, terbayar
ketika berada diatas.
Kurangnya pengamanan diatas yang bisa saja sewaktu-waktu
kita terpeleset dan masuk kedalam kawah panas tersebut, membuat saya merinding
dan segera turun setelah mengabadikan semuanya. Savana, adalah lokasi ketiga
perjalanan saya. Bukit Telletubies, salah satu rangkaan bukit berwarna hijau
yang sangat indah dijadikan latar dalam berfoto merupakan sebutan rakyat suku
asal yang juga diadopsi dari perkataan-perkataan wisatawan pendatang. Sungguh
kaya Indonesia ini.
Perjalanan terakhir saya menutup rasa penasaran saya, yaitu
Pasir Berbisik. Padang pasir yang sangat luas ini dinamakan demikian karena
lokasi ini pernah dijadikan latar sebuah film layar lebar Indonesia yaitu Pasir
Berbisik. Penasaran saya atas jalan yang saya tempuh malam sebelumnya, tanpa
penerangan, terjawab sudah, dan saya memberikan 2 jempol tangan saya kepada abang ojek yang membawa
saya. Padang pasir ini selain sangat
luas dan tidak ada tanda apapun, kontur nya pun sangat membahayakan,
bergelombang dan sangat tebal. Itulah jawaban mengapa kecepatan motor harus
tinggi, agar tidak
selip. Pasir
Berisik Mbak. Ucap abang ojek saya ketika saya terbengong memandangi sekitar.
Saya pun tangkap atas hal ini. Saya berdiam diri dan ketika ada hembusan angin,
pasir itu pun seorah melantunkan nada yang tidak bisa saya ucapkan. Saya pun
tersenyum pada abang ojek. Iya bang, pasirnya bernyanyi. Dan dia pun tersenyum.
Suatu pengalamanyang tidak akan pernah saya lupakan.
Sungguh sempurna.