Monday, June 23, 2014

Pantai Tanjung Layar, Sawarna

Desa Sawarna, Lebak, Banten. Nama itu adalah nama yang sekilas ada dibenak saya ketika menentukan tujuan untuk backpacker an.  Hanya bermodalkan keberanian dan penasaran, saya pun berangkat. Jumat, April 2010, seorang diri, hanya membawa tas berisi kamera SLR dan baju beberapa pasang, saya pun berangkat dari Jakarta Barat menuju desa tersebut.

Jumat pagi berjalan ke pintu tol Kebon Jeruk menuju terminal Bogor, panas terik dan kondisi tol Jakarta tidak menghalangi petualangan sendiri saya. Siang sampai di Terminal Bogor naik bis lagi menuju Terminal Kecil di Pelabuhan Ratu. Penghalang saya mulai muncul, ketika sampai sana ternyata mobil ELF yang harusnya membawa saya dari Pelabuhan Ratu menuju Desa Sawarna sudah selesai beroperasi, hampir kehilangan akal dan berniat kembali ke Jakarta. Tetapi keberuntungan masih berpihak pada saya, disela celingak-celinguk saya, ada seorang bapak-bapak yang menghampiri saya, positive thinking dan tetap was-was kembali menghampiri saya, dan akhirnya beliau menawarkan tumpangannya menuju Desa Sawarna. Ternyata beliau memperhatikan saya ketika sedang bertanya sana-sini di terminal. Akhirnya setelah tahu beliau bersama istri dan adiknya, saya pun menyetujui nya. 
Sapi-sapi sedang bersantai


Perjalanan saya cukup menjadi tontonan segelintir orang yang melihat saya, ya... saya... berada dimobil pick up terbuka bagian belakang dengan jaket dan tas ransel yang saya gunakan bersama beberapa kerajang sayur, beberapa keranjang buah, beberapa keranjang berisi ayam hidup, dan beberapa ekor anak kambing. ya.. inilah saya tanpa sedikit pun perasaan malu dengan mereka, keluarga dengan profesi pedagang pasar yang dengan baik hati mau mengangkut saya menuju Desa Sawarna...

Homestay Widi


Hampir 2 jam perjalanan tidak terasa lelahnya, hanya cukup mengagumi keindahan alam yang saya lewati. Hingga berhentilah saya di samping jembatan kayu yang cukup sedikit meragukan untuk dilewati. mereka berkata, diseberang sanalah Desa Sawarna itu berada. Cukup tercengang, apakah benar ini tempat tujuan saya. tapi tidak lama, dengan kebaikan hati si istri bapak itu, dia memanggilkan ojek untuk membawa saya ketempat tujuan saya. Tanpa mau saya berikan bantuan ongkos bensin, saya pun pindah kendaraan. Ternyata tak lama, hanya 15 menit saja, saya sudah sampai di desa yang disebut Desa Sawarna. Beliau pun mengantarkan saya ke Homestay Widi, penginapan tempat saya bernaung disana yang sudah saya cari lewat jaringan internet.


Menuju Pantai

Perjalanan panjang saya belum mendapat titik puncak keindahan, saya mau menikmatinya disaat saya benar-benar dalam kondisi fit dan bersemangat. Homestay Widi, adalah sebuah rumah warga setempat yang sengaja di design memiliki banyak kamar untuk disewakan. pada saat itu saya dikenakan biaya Rp. 70.000,- saja untuk 1 malam, sudah termasuk kamar dengan kipas angin, pinjaman handuk, teh/kopi untuk makan pagi, makan siang, serta makan malam. Sempurna untuk perjalanan seorang backpacker. Murahhh....


Ombak

Setelah bebersih diri, menyusun isi ransel di kamar, bercengkrama dengan seluruh anggota keluarga, bapak, ibu, 1 anak perempuan dan 2 anak laki-laki nya, dan menikmati teh hangat dan pisang goreng, si anak laki-laki pun menawarkan diri untuk memandu saya mengelilingi  desa dengan tujuan utama nya adalah pantai. Dengan membawa kamera dan ditemani oleh adik ini, saya pun berjalan menuju hotspot nya. Tak butuh waktu lama, 5 menit saja saya sudah disuguhkan dengan pemandangan luar biasa indahnya. Pantai yang masih bersih dan seakan belum terjamah oleh tangan jahil manusia. Ucapan Subhanallah tak pernah luput dari bibir dan hati saya. Deburan ombak yang cukup besar seakan ingin menunjukkan keperkasaannya. Foto-foto pun dimulai hingga tak terasa senja pun datang.



Kembali nya saya di Homestay medapat senyuman penuh arti dari sang pemilik penginapan seakan tahu apa yang sedang saya pikirkan dari yang sudah saya lihat, dan malam itu bersama wisatawan dari Australia yang juga menginap di penginapan tersebut, kami pun bercengkrama layaknya sebuah keluarga yang sangat erat persaudaraannya. Begitu cepat kami membaur bersama. Sungguh pengalaman yang tak kan dilupa. Bagi saya, inilah keajaiban sebuah perjalanan, kita tak akan tahu apa yang akan kita lihat dan kita dapat dari sebuah perjalanan. Hingga tengah malam pun memanggil kami untuk beristirahat seakan mengingatkan kami bahwa besok kami akam melihat keindahan dunia lainnya.


After Surfing

Pukul 5 pagi saya sudah terbangun. Saya berfikir bahwa saya terlampaui pagi untuk bangun, ternyata saya salah, si bule Australia ternyata sudah terbangun dan sudah bersiap untuk berselancar, dan saya pun terbawa leluconnya dengan kata-kata, "you late, and i'm win". hahahahahah.... Tak butuh waktu lama untuk saya menyusul dia ke pantai. Matahari pun mulai ingin menunjukkan kuasanya hari ini. Sungguh pemandangan yang sangat mengagumkan. Tak ada kata yang bisa terucap, hanya jepretan kamera saja lah yang berhasil saya dokumentasikan. 


Tanjung La

Dengan bertitik fokus pada batu yang menjorok pada laut yang disebut Tanjung Layar, dokumentasiku pun terasa sempurna. Hilang sudah semua penasaran dan lelah perjalananku menuju kesini, seorang diri. Disela saya saya sedang berfoto, datang kembali anak laki-laki pemilik penginapan dan mengajak saya ke 1 lokasi wisata lain didekat sini, saya pun tak menolak. Perjalanan cukup lumayan jauh, 2 km dari pantai, dengan melewati pematang sawah, perkampungan, sampailah saya di Goa Lalay. Ini adalah goa dengan ribuan kelelawar didalamnya. Sungguh menakjubkan. Dengan kontur alami dan agak lumayan berendam kaki disana. Sedikit merinding ketika mulai masuk. Dengan hanya bermodalkan senter kepala yang saya sewa seharga Rp. 5.000,- , itu sangat membantu. Tak berlama-lama saya disana, cukup mengetahui dan merasakan merindingnya.



Saya pun kembali ke penginapan, dan berniat untuk meninggalkan desa ini sebelum siang, karena saya tidak mau pengalaman naik tumpangan bersama kambing dan ayam pun terjadi kembali. Sesampainya di penginapan, saya dan si bule Australia pun saling berbagi cerita sambil menyantap makan siang dari ibu pemilik penginapan.



Perjalanan saya pun berakhir dengan manis. Setelah mengisi buku tamu dan menceritakan pengalaman di Homestay, saya pun kembali ke peraduan saya, Jakarta... Perjalanan pulang tidak mengalami hambatan, keadaan seperti mengetahui betapa saya sudah memiliki hari yang indah dari perjalanan singkat ini dan keinginan saya kembali kerumah dan berbagi pengalaman ini.
















 



 





No comments:

Post a Comment